Awal Cerita: Niat Kecil, Rencana Besar
Bagi Arif dan Nisa, liburan keluarga tahun ini bukan sekadar ajang refreshing. Setelah pandemi dan kesibukan kerja yang luar biasa, mereka merasa butuh sesuatu yang lebih bermakna.
“Mas, gimana kalau kita ajak anak-anak umroh? Sekalian belajar sejarah Islam,” usul Nisa suatu malam.
Arif tersenyum. “Itu ide bagus, tapi gimana kalau sekalian ikut Pusat Umroh program Umroh Plus Aqsho? Biar mereka nggak cuma lihat Makkah dan Madinah, tapi juga jejak para Nabi di Jordan dan Palestina.”
Anak mereka, Faiha (9 tahun) dan Faris (12 tahun), langsung bersorak kegirangan saat mendengar rencana itu. “Ayah, kita bakal ke Masjidil Aqsho beneran?!” seru Faris dengan mata berbinar.
Dan begitulah — keputusan besar itu diambil. Bukan hanya untuk beribadah, tapi juga untuk menanamkan cinta Islam sejak dini di hati anak-anak mereka.
Pusat Umroh: Sahabat Perjalanan Keluarga
Sebelum berangkat, Nisa banyak membaca ulasan tentang Pusat Umroh. Ia kagum karena travel ini punya reputasi baik dalam membimbing jamaah keluarga, terutama dengan anak-anak.
“Aku suka banget mereka kasih pembinaan ringan buat anak-anak. Jadi bukan cuma jalan-jalan, tapi belajar juga,” kata Nisa kepada suaminya.
Arif mengangguk. “Keren, jadi anak-anak bisa paham kenapa umroh itu bukan sekadar perjalanan, tapi panggilan dari Allah سبحانه وتعالى.”
Mereka pun mulai mempersiapkan diri — dari paspor, pakaian ihram mini untuk anak, hingga catatan kecil berisi doa-doa. Rumah mereka penuh dengan semangat baru; bahkan Faiha belajar menghafal doa sa’i sambil tersenyum.
Makkah: Momen Pertama di Hadapan Ka’bah
Begitu tiba di Makkah, seluruh keluarga menitikkan air mata. Saat Ka’bah tampak di depan mata, Faris berbisik, “Ayah, aku kayak mimpi… beneran ada Ka’bah di depan kita!”
Arif tersenyum sambil memeluk anaknya. “Itu bukan mimpi, Nak. Itu bukti bahwa Allah سبحانه وتعالى memanggil kita ke rumah-Nya.”
Mereka melakukan thawaf bersama, bergandengan tangan. Faiha yang masih kecil menatap ke arah Ka’bah dengan kagum. “Ibu, Ka’bahnya besar banget… aku mau doa biar kita bisa ke sini lagi.”
Nisa mengelus kepala putrinya sambil meneteskan air mata. “Aamiin, Nak. Semoga doa kamu dikabulkan.”
Malam harinya, keluarga kecil itu duduk bersama di dekat Masjidil Haram. “Aku nggak nyangka, Mas… rasanya kayak kita dikasih kesempatan buat reset hidup,” ucap Nisa pelan.
Arif mengangguk. “Iya, Din. Ini bukan sekadar perjalanan, ini pengingat bahwa keluarga ini harus selalu dekat sama Allah سبحانه وتعالى.”
Madinah: Tenangnya Kota yang Mengajarkan Cinta
Di Madinah, suasana berubah lebih lembut dan damai. Faris semangat sekali mengikuti ayahnya ke Masjid Nabawi. “Ayah, aku mau salat di tempat Rasulullah ﷺ biasa salat!” katanya antusias.
Sementara itu, Nisa membawa Faiha ke taman-taman sekitar masjid. “Ibu, kota ini adem banget,” ucap sang anak kecil polos.
“Iya, Nak. Madinah itu kota penuh kasih, di sini Rasulullah ﷺ hidup dengan cinta dan kelembutan,” jawab Nisa sambil tersenyum.
Mereka juga mengunjungi Raudhah. Nisa menangis haru saat bisa berdoa di sana. “Ya Rasulullah ﷺ, ajari kami bagaimana jadi keluarga yang saling menyayangi karena Allah سبحانه وتعالى.”
Sore harinya, keluarga kecil itu berfoto di depan Masjid Nabawi, tapi yang paling berharga bukan gambarnya — melainkan kenangan tentang kedamaian yang mereka rasakan di kota Nabi ﷺ.
Jordan: City Tour Petra dan Jejak Para Nabi
Perjalanan berlanjut ke Jordan. Dari bus, anak-anak melihat gurun pasir yang luas dan megah. “Masya Allah, indah banget ya, Ayah!” seru Faiha.
Di Petra, mereka terpukau melihat kota batu yang menakjubkan. Pemandu menjelaskan bahwa tempat ini sudah ada sejak ribuan tahun lalu.
Arif berbisik pada anak-anaknya, “Lihat, Nak. Sebesar dan sekuat apa pun manusia zaman dulu, semua akan musnah kalau mereka sombong. Petra ini bukti bahwa dunia nggak abadi.”
Faris menatap serius. “Berarti yang abadi cuma amal ya, Ayah?”
“Betul sekali,” jawab Arif sambil tersenyum bangga.
Nisa menambahkan, “Perjalanan ini bukan cuma buat lihat tempat indah, tapi biar kalian tahu sejarah dan belajar bersyukur.”
Anak-anak mengangguk mantap. Di wajah mereka, terlihat semangat baru untuk memahami Islam lebih dalam.
Palestina: Doa Keluarga di Masjidil Aqsho
Ketika bus melintasi perbatasan menuju Palestina, suasana hening. Dari kejauhan, kubah emas Masjidil Aqsho mulai terlihat. “Subhanallah… kita sampai, Mas,” bisik Nisa dengan air mata haru.
Di dalam Masjidil Aqsho, keluarga kecil itu shalat berjamaah. Faiha duduk di pangkuan ibunya, sementara Faris berdiri di samping ayahnya dengan wajah khusyuk. Setelah salam, Arif memeluk mereka bertiga dan berdoa,
“Ya Allah, jadikan keluarga kami keluarga yang Engkau ridhoi. Jadikan anak-anak kami penerus iman yang kuat.”
Nisa menambahkan, “Ya Allah, lindungi tanah ini dan semua orang yang beribadah di sini.”
Di luar masjid, mereka berbagi sedekah untuk anak-anak Palestina. Faris menyerahkan mainan kecil miliknya sambil berkata, “Ini buat kamu, ya. Aku doain kamu bahagia.”
Anak Palestina itu tersenyum, dan momen itu membuat Nisa menangis haru. “Mas, ini pelajaran paling berharga buat anak-anak kita,” katanya pelan.
Refleksi di Tanah Para Nabi
Malam terakhir di Yerusalem, keluarga kecil itu berdiri di balkon hotel, menatap kubah Masjidil Aqsho yang bersinar di bawah bulan.
“Mas, aku ngerasa perjalanan ini lebih dari sekadar ibadah,” kata Nisa.
“Iya, Din. Ini pelajaran hidup. Tentang iman, sejarah, dan kebersamaan,” jawab Arif sambil menggenggam tangan istrinya.
Faris tiba-tiba berkata, “Ayah, nanti kalau aku besar aku mau ajak anak-anakku ke sini juga.”
Arif menatapnya dengan mata berbinar. “Itu doa paling indah yang pernah Ayah dengar.”
Kembali ke Rumah, Tapi Hati Tetap di Aqsho
Setelah pulang ke Indonesia, kehidupan keluarga Arif dan Nisa berubah. Mereka jadi lebih sering shalat berjamaah, membaca sirah Nabi, dan berbagi cerita perjalanan suci mereka pada tetangga.
“Mas, aku ngerasa kita bukan cuma liburan, tapi pulang sebagai keluarga yang lebih dekat sama Allah سبحانه وتعالى,” ucap Nisa penuh syukur.
Arif mengangguk. “Dan semua ini nggak akan terjadi tanpa bimbingan Pusat Umroh dan perjalanan Umroh Plus Aqsho. Mereka bantu kita bukan cuma jalan, tapi menemukan makna.”
Kini, di rumah mereka tergantung foto keluarga di depan Masjidil Aqsho. Setiap kali melihatnya, Arif selalu berkata pada anak-anaknya,
“Kita pernah sujud di tempat para Nabi. Jadi, jangan pernah lupa bersyukur.”
Baca juga Yuk: